Template by:
Free Blog Templates

Minggu, 03 Januari 2010

Teknologi Sistem Informasi Yang Saya Harapkan

Masih banyak sekali penduduk di indonesia yang belum menikmati segala kemajuan teknologi informasi seperti:internet. Zaman sekarang adalah zaman di mana semua orang membutuhkan kemudahan dalam berkomunikasi, tetapi di jaman teknologi ini ternyata masih banyak orang yang belum mengenal apa teknologi informasi tersebut.
Harapan saya adalah terjadinya pemerataan infrastuktur dan pembangunan di segala pulau dan bukan hanya di pulau Jawa saja,tetapi di pulau lainnya seperti Papua,Kalimantan, dan Sulawesi. Sehingga masyarakat seluruh indonesia bisa merasakan dan bisa menikmati teknologi informasi secara keseluruhan. Jadi bisa mempermudah komunikasi jarak jauh dan mempermudah segala urusan di masyarakat.

STRATEGI KOMPUTERISASI SERTA DAMPAKNYA

Akan makin banyak dilakukan dengan memanfaatkan jasa jaringan komputer dan telekomunikasi elektronik pada masa yang akan datang. Dari sudut hukum tata negara dan administrasi negara, informasi-informasi dan produk-produk hukum dan kebijakan-kebijakan administrasi yang dianggap penting untuk dikomputerisasikan dan dikembangkan sebagai bahan dalam rangka komunikasi dan telekomunikasi elektronis. Keseluruhan informasi yang dikomputerisasikan tersebut perlu dikembangkan menurut standard tertentu, sehingga perangkat sistem yang dikembangkan bersifat ‘compatible’ satu sama lain dan dapat saling terkait dalam jaringan sistem informasi yang terintegrasi secara nasional melalui sistem otomatisasi elektronis.

Digunakannya teknologi komputerisasi adalah untuk mengejar informasi dan peluang bisnis yang sedang atau dikelola. Kemajuan dibidang teknoloi telah mengantar kepada aspek kehidupan yang semakin modern sja, dengan didukung oleh adanya software ataupun hardware, lengkaplah sudah teknologi komputerisasi tersebut.
Dampak yang paling cepat trkena teknologi ini adalah pelaku – pelaku bisnis, karena dengan teknologi komputerisasi mereka dapat menerima ataupun mengirim berita kepada sumber yang dituju dengan cepat. Para pelaku bisnis menggunakan startegi komputerisasi yang dianggap dapat memicu persaingan pasar, dengan begitu seseorang yang mengerti tentang komputerisasi dapat memenangkan segala persaingan.

1. PENDAHULUAN
Resiko adalah suatu umpan balik negatif yang timbul dari suatu kegiatan dengan tingkat probabilitas berbeda untuk setiap kegiatan[4]. Pada dasarnya resiko dari suatu kegiatan tidak dapat dihilangkan akan tetapi dapat diperkecil dampaknya terhadap hasil suatu kegiatan. Proses menganalisa serta memperkirakan timbulnya suatu resiko dalam suatu kegiatan disebut sebagai manajemen resiko.

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi yang bergerak sangat cepat dewasa ini, pengembangan unit usaha yang berupaya menerapkan sistem informasi dalam organisasinya telah menjadi kebutuhan dasar dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi pola pembangunan sistem informasi yang mengindahkan faktor resiko telah menyebabkan beberapa organisasi mengalami kegagalan menerapkan teknologi informasi tersebut, atau meningkatnya nilai investasi dari plafon yang seharusnya, hal ini juga dapat menghambat proses pencapaian misi organisasi.

Pada dasarnya, faktor resiko dalam suatu perencanaan sistem informasi, dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori resiko [3], yaitu :

a. Catastrophic (Bencana)

b. Critical (Kritis)

c. Marginal (kecil)

d. Negligible (dapat diabaikan)

Adapun pengaruh atau dampak yang ditimbulkan terhadap suatu proyek sistem informasi dapat berpengaruh kepada a) nilai unjuk kerja dari sistem yang dikembangkan, b) biaya yang dikeluarkan oleh suatu organisasi yang mengembangkan teknologi informasi, c) dukungan pihak manajemen terhadap pengembangan teknologi informasi, dan d) skedul waktu penerapan pengembangan teknologi informasi.[1]

Suatu resiko perlu didefinisikan dalam suatu pendekatan yang sistematis, sehingga pengaruh dari resiko yang timbul atas pengembangan teknologi informasi pada suatu organisasi dapat diantisipasi dan di identifikasi sebelumnya. Mendefinisikan suatu resiko dalam pengembangan teknologi informasi pada suatu organisasi terkait *** dengan Siklus Hidup Pengembangan Sistem (System Development Life Cycle [SDLC]), dimana fase-fase penerapan SDLC dalam pengembangan teknologi informasi di spesifikasikan *** analisa resiko.


2. POLA PENDEKATAN

System Development Life Cycle [SDLC] adalah suatu tahapan proses perancangan suatu sistem yang dimulai dari tahap investigasi; pembangunan; implementasi; operasi/perawatan; serta tahap penyelesaian [4]. Dari dasar tersebut di atas, strategi penerapan manajemen resiko perlu mempertimbangkan dampak yang mungkin timbul dengan tingkat probabilitas yang berbeda untuk setiap komponen pengembangan sistem informasi.

Pola pendekatan manajemen resiko juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor pada System Development Life Cycle (SDLC) yang terintegrasi, yaitu Mengindentifikasikan faktor-faktor resiko yang timbul dan diuraikan disetiap tahap perancangan sistem, yang tersusun sebagai berikut :

Tahap 1. Investigasi

Tahap ini suatu sistem didefinisikan, menyangkut ruang lingkup pengembangan yang akan dibuat, yang semua perencanaan atas pengembangan sistem di dokumentasikan terlebih dahulu. Dukungan yang dibutuhkan dari manajemen resiko pada tahap ini adalah faktor resiko yang mungkin terjadi dari suatu sistem informasi di identifikasikan, termasuk di dalamnya masalah serta konsep pengoperasian keamanan sistem yang semuanya bersifat strategis.

Tahap 2. Pengembangan

Tahap ini merupakan tahap dimana suatu sistem informasi dirancang, pembelian komponen pendukung sistem di laksanakan, aplikasi di susun dalam program tertentu, atau masa dimana konstruksi atas sistem di laksanakan. Pada proses ini, faktor resiko diidentifikasikan selama tahap ini dilalui, dapat berupa analisa atas keamanan sistem sampai dengan kemungkinan yang timbul selama masa konstruksi sistem di laksanakan.

Tahap 3. Implementasi

Tahap ini kebutuhan atas keamanan sistem dikonfigurasikan, aplikasi sistem di uji coba sampai pada verifikasi atas suatu sistem informasi di lakukan. Pada tahap ini faktor resiko di rancang guna mendukung proses pelaksanaan atas implementasi sistem informasi sehingga kebutuhan riil di lapangan serta pengoperasian yang benar dapat dilaksanakan.

Tahap 4. Pengoperasian dan Perawatan

Tahap ini merupakan tahap dimana sistem informasi telah berjalan sebagaimana mestinya, akan tetapi secara secara berkala sistem membutuhkan modifikasi, penambahan peralatan baik perangkat keras maupun perangkat lunak pendukung, perubahan tenaga pendukung operasi, perbaikan kebijakan maupun prosedur dari suatu organisasi. Pada tahap ini manajemen resiko lebih menitik beratkan pada kontrol berkala dari semua faktor yang menentukan berjalannya sistem, seperti perangkat keras, perangkat lunak, analisa sumber daya manusia, analisa basis data, maupun analisa atas jaringan sistem informasi yang ada.

Tahap 5. Penyelesaian/penyebaran

Tahap ini merupakan tahap dimana system informasi yang telah digunakan perlu di lakukan investasi baru karena unjuk kerja atas sistem tersebut telah berkurang, sehingga proses pemusnahan data, penggantian perangkat keras dan perangkat lunak, ataupun berhentinya kegiatan atau kepindahan organisasi ke tempat yang baru. Manajemen resiko yang perlu di perhatikan dalam tahap ini adalah memastikan proses pemusnahan atas komponen-komponen system informasi dapat berjalan dengan baik, terkelola dari segi keamanan.

Setelah pola pendekatan manajemen resiko di definisikan dalam masing-masing tahap SDLC, maka tahap selanjutnya adalah menilai manajemen resiko dalam metodologi tertentu. Upaya memberikan penilaian atas dampak resiko dalam pengembangan sistem informasi, perlu dilakukan karena dapat memberikan gambaran atas besar atau kecilnya dampak ancaman yang mungkin timbul selama proses pengembangan sistem.

KODE ETIK TELEMATIKA

Profesi bidang telematika Indonesia akan segera memiliki kode etik yang akan berlaku secara nasional. Rencana itu menjadi perhatian Lembaga Sertifikasi Profesi Telematika dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) tahun ini. Hidayat Tjokrodjojo, Ketua LSP Telematika, menuturkan pihaknya bersama Depkominfo akan mematangkan penyusunan kode etik dan standar perilaku profesional bidang telematika tahun ini.

"Ini akan menjadi suatu etika kerja yang harmonis bagi profesional telematika dengan industri yang mempekerjakannya," ujarnya kepada Bisnis. Menurut Hidayat, kode etik telematika yang ada saat ini baru kode etik yang dimiliki asosiasi-asosiasi yang spesifik bagi asosiasi saja. "Kami ingin ini lebih besar dan luas lagi serta bersifat nasional." Menurut rencana, penyusunan kode etik itu dikejar untuk rampung tahun ini setelah LSP dalam tiga tahun terakhir mengevaluasi mendesaknya kebutuhan untuk itu.

Guna mendukung langkah tersebut, LSP akan segera membuat kajian internal termasuk melakukan perbandingan dengan kode etik serupa di luar negeri. Sumitro Roestam, Ketua Harian Mastel, menuturkan perhatian terhadap kode etik akan menguntungkan masyarakat. "Karena kode etik itu akan menentukan tenaga kerja yang profesional, berkualitas dan memenuhi persyaratan teknis untuk pengadaan jasa. Ini akan fair," ujarnya.

Potensi kasus

General Manager LSP Telematika Hendry H. Widjaya mengatakan kode etik penting mengingat banyak kasus-kasus yang tidak harmonis yang terjadi di dunia bisnis. "Terutama di usaha kecil menengah lintas sektor industri, seiring dengan perputaran tenaga kerja yang tinggi di bidang telematika." Dia mencontohkan ketika karyawan bagian teknologi informasi (TI) membawa kode sumber (source code) ketika pindah kerja atau me-reset program.

Kode etik dan sertifikasi menjadi penting menyusul rencana Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) untuk menerbitkan ketentuan baru. Aturan baru itu menyebutkan bahwa

dalam pengadaan barang dan jasa dipersyaratkan orang tersebut memiliki sertifikat yang terakreditasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

PEMBAJAKAN DALAM INDUSTRI KREATIF

TEPAT pada peringatan ke-80 Hari Ibu, 22 Desember 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan 2009 sebagai tahun industri kreatif. Alasan SBY menetapkan tahun kreatif tepat pada Hari Ibu karena ibulah sosok yang menanamkan kreativitas sejak dini, dan juga karena setengah dari para pelaku industri kreatif adalah perempuan.

Pada dasarnya, industri kreatif adalah industri yang bermuara pada intelektualitas, ide, dan gagasan yang orisinal, lantas merealisasikannya berdasarkan pemikiran serta rasa dari lubuk hati terdalam sebagai insan kreatif.

Industri kreatif terdiri dari beberapa bidang, antara lain periklanan, film dan fotografi, musik, arsitektur, pasar seni, kerajinan, desain, desain mode, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan.

Saat ini negara-negara maju memulai target perencanaan industri kreatif sebagai bagian penting ekonomi negara masing-masing. Singapura bertarget untuk mengubah pola ekonominya dari ekonomi informasi menjadi ekonomi kreatif, dan menaikkan kontribusi industri kreatif kepada produk domestik brutonya (PDB) menjadi dua kali lipat.

Cina, negara yang kental dengan pembajakan karya cipta, pun bergiat meningkatkan kontribusi industri kreatif dengan mencanangkan Beijing dan Shanghai sebagai kota desain. Cina berharap akan dapat menjadi salah satu pusat mode masa depan. Hongkong pun tak mau tinggal diam, strategi meningkatkan kontribusi industri kreatif bagi ekonominya dibangun lewat proyek Hongkong Design Centre and Cyber Port.

Peramal ekonomi masa depan Alvin Toffler memprediksi bahwa industri kreatif akan menjadi sektor yang sangat dominan di ekonomi dunia, dan negara mana pun yang sanggup memimpin di sektor ini dapat memimpin perekonomian dunia. Hal ini disebabkan karena kreativitaslah yang akan memimpin garis ekonomi dunia di masa depan.

Kencangnya laju globalisasi dan semakin canggihnya teknologi tentu membuat pertumbuhan industri kreatif akan semakin pesat. Digitalisasi akan semakin mempermudah para pelaku industri kreatif untuk memasarkan segala macam produk kreatif.

Di Indonesia, semua bagian industri kreatif tersebut sudah sejak lama berdiri. Di bidang periklanan, misalnya, sudah cukup banyak biro iklan milik anak negeri yang memberikan karya kreatif terbaik. Di bidang musik, banyak musisi Indonesia penghasil karya musik bermutu yang membahana di negeri sendiri dan negeri jiran. Lihatlah Nidji, Peterpan, Afgan, ataupun Agnes Monica. Industri film pun kembali berjaya setelah cukup lama terpuruk. Sementara itu, industri televisi dan radio sudah sejak lama mampu jadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan tanya dengan industri fashion, terbukti sudah berapa banyak adikarya busana tercipta di negeri ini.

Berdasarkan catatan Departemen Perdagangan RI, sumbangan dari industri kreatif terhadap PDB Indonesia mencapai 6,3 persen dari total PDB. Jumlah tersebut dapat dikatakan lumayan mengingat gaung industri kreatif kita baru menggema beberapa tahun terakhir.

Akan tetapi, dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara, pendapatan tersebut cukup sedikit. Dibandingkan Singapura yang luas dan jumlah penduduk jauh lebih sedikit, juga secara mutu dan kualitas karya kreativitas tidak sehebat Indonesia, menyumbangkan 8 persen kepada PDB-nya. Negara tetangga lainnya, seperti Filipina, yang jumlah penduduk jauh lebih sedikit dan PDB perkapita yang lebih rendah dari Indonesia, industri kreatifnya sanggup menyumbangkan 6 persen kepada PDB-nya.

Sesungguhnya, industri kreatif di Indonesia memiliki banyak kesempatan untuk menaikkan PDB lebih besar lagi. Pertanyaannya, mengapa kontribusi industri kreatif di Indonesia kepada produk domestik bruto tidak sebesar Singapura atau Filipina?

Jawaban yang paling tepat adalah karena maraknya pembajakan di Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, jumlah pembajakan hasil karya kreatif di Indonesia lebih banyak dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara. Indonesia bahkan menduduki peringkat lima pada peringkat 20 negara dengan tingkat pembajakan tertinggi. Berdasarkan data dari Manajemen Hak Intelektual Indonesia, hasil pembajakan karya musik dan film saja mencapai 500 juta keping di 2007, dan merugikan negara Rp 2,5 triliun.

Hal itu baru dari pembajakan karya musik dan industri film di Indonesia, belum pembajakan piranti lunak, kaus-kaus bajakan, dan permainan interaktif, yang jika dijumlahkan disinyalir mencapai dua kali lipat dari total kerugian negara dari pembajakan karya musik dan film.

Fenomena pembajakan ini tentu saja sangat meresahkan. Tidak hanya merugikan negara dan menurunkan PDB per kapita, tapi juga mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Mengapa? Setiap hasil karya orisinal yang dijual dan dipasarkan oleh anak bangsa Indonesia tentu saja tercatat dengan resmi, dan dapat menambah pendapatan negara melalui pajak yang dihasilkan dari penjualan barang-barang ataupun karya tersebut. Meningkatnya pendapatan tentu saja meningkatkan PDB Indonesia, belum ditambah peningkatan pendapatan pajak yang semakin meningkatkan kontribusi kepada PDB.

Berdasarkan perhitungan, pendapatan bangsa akan bertambah 8,8 juta dolar AS jika pemberantasan pembajakan berhasil dilakukan. Selain itu, jika pembajakan diberantas, lapangan kerja semakin berkembang. Investor asing bidang kreativitas akan semakin berani berinvestasi di Indonesia karena hasil karya akan terjamin menguntungkan. Pun para investor lokal dan para pelaku industri kreatif. Karena terjamin akan mendapatkan perlindungan dari pembajakan, para seniman kreatif semakin akan menggeliat dan menyuburkan kreativitas.

Oleh sebab itu, guna mencapai kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, perbaikan ekonomi yang lebih menyeluruh, salah satu cara yang dapat dikatakan cukup mudah adalah dengan memberantas pembajakan dan menetapkan batas harga untuk beberapa tipe produk kreatif.

Mengapa? Karena salah satu penyebab maraknya pembajakan karya di Indonesia adalah harga karya yang terlalu mahal. Memang produk kreatif tidak memiliki harga dasar. Akan tetapi, demi kemajuan bangsa kita sudah selayaknya diberlakukan suatu ketetapan agar tercipta suatu sinergi antara pemerintah, pelaku industri kreatif, dan masyarakat yang menghargai karya cipta dan dengan sendirinya memberikan pertumbuhan ekonomi positif bagi bangsa Indonesia.